18 May 2008

MENULIS as a life skill…


Ketrampilan berbahasa meliputi menulis, berbicara, mendengar, dan membaca. Dua ketrampilan yang disebut pertama adalah ketrampilan berbahasa aktif sedangkan sisanya adalah ketrampilan berbahasa pasif. Sangat disayangkan orang Indonesia pada umumnya kurang bagus dalam penguasaan ketrampilan berbahasa aktif. Bukan karena orang Indonesia tidak pandai sebagaimana anggapan sebagian besar orang, melainkan karena memang sejak kecil tidak dibiasakan untuk mengekspresikan pendapat secara bebas. Kurikulum yang diterapkan di sektor pendidikan tidak cukup kondusif untuk mndukung penguasaan ketrampilan ini. Meski demikian, penulis berharap banyak sistem kurikulum yang baru (KTSP) akan membawa angin perubahan. Waktu yang akan membuktikan…


Secara umum, bahasa dibagi menjadi dua : lisan dan tulisan. Masing-masing jenis bahasa ini merupakan ragam bahasa yang berbeda dan memiliki aturan yang berbeda pula. Bahasa yang digunakan dalam tulisan bukanlah sekedar bahasa lisan yang ditulis. Terdapat perbedaan dalam pemilihan jenis kosakata yang digunakan, pola kalimat, struktur gramatika, dst.


Pada awal sejarah perkembangannya, bahasa tulis diciptakan sebagai bahasa yang digunakan sebagai bahasa hukum dan bahasa pengantar dalam proses transaksi, termasuk diantaranya untuk menandai hak milik, e.g : this land is the property of… (bandingkan dengan bahasa lisan this land is his atau this is his land). .


Pada perkembangan berikutnya, untuk menegaskan perbedaannya dengan bahasa lisan, bahasa tulis merumuskan dirinya melalui beberapa point berikut ini :


1. Merupakan hasil refleksi

Berbeda dengan bahasa lisan yang (seringkali) diucapkan tanpa berpikir ulang, bahasa tulis disajikan kepada pembacanya setelah melalui (beberapa) proses editing dan pemolesan bahasa. Kata-kata yang digunakan dipilih sesuai dengan ragam bahasa tulis. Kata-kata tersebut biasa disebut prestige lexis (bandingkan dengan everyday lexis = bahagia vs seneng). Dengan kata lain, bahasa tulis disajikan sebagai hasil proses refleksi dari penulisnya.


2. Bersifat mandiri / bebas dari konteks

Dalam percakapan lisan, sangat dimungkinkan seseorang membuat kalimat “Kamu lihat sendiri kan gimana orangnya?” karena terdapat asumsi baik penutur maupun mitra tutur telah mengetahui konteks yang melingkupi kalimat tersebut. Tanpa diberi penjelasan lebih lanjut pun, mitra tutur dapat menangkap maksud penutur.

Hal yang sama tentulah tidak dapat dilakukan dalam bahasa tulis. Bahasa tulis bersifat mandiri dan terlepas dari konteks. Mandiri dalam arti bahwa tulisan tersebut harus mampu menjelaskan dirinya sendiri tanpa kehadiran penulisnya. Sedangkan yang dimaksud bebas dari konteks adalah apabila penulis ingin pembaca mengetahui konteks yang dimaksudkannya, maka penulis harus menjelaskan konteks tersebut (secara tertulis) kepada pembaca.

Terkait dengan kejelasan konteks ini, maka bahasa tulis dituntut untuk menggunakan kalimat yang utuh dan memiliki struktur gramatika yang sesuai standar.


3. Pemakaian tanda baca yang tepat

Salah satu kekurangan bahasa tulis dibandingkan bahasa lisan adalah tidak adanya intonasi. Hilangnya intonasi ini dapat menimbulkan ambiguitas dalam bahasa tulis.

Contoh : Saudara direktur yang tampan itu duduk di sebelahku.

Pada kalimat tersebut terjadi ambiguitas makna karena ‘sosok yang tampan’ tersebut bisa berarti 1) saudara direktur atau 2) direktur, tergantung pada peletakan intonasi. Pada bahasa tulis, keberadaan intonasi biasa diwakili dengan kehadiran tanda baca koma (,) sehingga seharusnya tertulis :

1) Saudara direktur, yang tampan itu, duduk di sebelahku …atau

2) Saudara, direktur yang tampan itu, duduk di sebelahku.

Tanda baca yang lain ternyata juga sangat signifikan dalam bahasa tulis. Sebagai contoh, nuansa kemarahan dan keterkejutan dalam percakapan lisan terwakili oleh intonasi suara meninggi, sedangkan dalam bahasa tulis, nuansa tersebut terwakili oleh penggunaan tanda seru (!).


4. Penggunaan kalimat pasif lebih dominan

Hal ini dimaksudkan untuk menjauhkan unsur personal. Bandingkan kalimat dalam ragam bahasa lisan dan bahasa tulis berikut ini :

(1) “Eh, rekening listrikmu cepet kamu bayar loh…kalau sampe lewat tanggal 20, bakal kena denda deh…”

(2) Mohon membayar tagihan rekening listrik sebelum tanggal 20 pada setiap bulannya untuk menghindari denda.

Perhatikan bahwa pada kalimat (2) tidak terdapat participant tertentu yang disebut secara eksplisit sebagai penutur maupun mitra tutur.



Ketrampilan berbahasa meliputi menulis, berbicara, mendengar, dan membaca. Dua ketrampilan yang disebut pertama adalah ketrampilan berbahasa aktif sedangkan sisanya adalah ketrampilan berbahasa pasif. Sangat disayangkan orang Indonesia pada umumnya kurang bagus dalam penguasaan ketrampilan berbahasa aktif. Bukan karena orang Indonesia tidak pandai sebagaimana anggapan sebagian besar orang, melainkan karena memang sejak kecil tidak dibiasakan untuk mengekspresikan pendapat secara bebas. Kurikulum yang diterapkan di sektor pendidikan tidak cukup kondusif untuk mndukung penguasaan ketrampilan ini. Meski demikian, penulis berharap banyak sistem kurikulum yang baru (KTSP) akan membawa angin perubahan. Waktu yang akan membuktikan…


Secara umum, bahasa dibagi menjadi dua : lisan dan tulisan. Masing-masing jenis bahasa ini merupakan ragam bahasa yang berbeda dan memiliki aturan yang berbeda pula. Bahasa yang digunakan dalam tulisan bukanlah sekedar bahasa lisan yang ditulis. Terdapat perbedaan dalam pemilihan jenis kosakata yang digunakan, pola kalimat, struktur gramatika, dst.


Pada awal sejarah perkembangannya, bahasa tulis diciptakan sebagai bahasa yang digunakan sebagai bahasa hukum dan bahasa pengantar dalam proses transaksi, termasuk diantaranya untuk menandai hak milik, e.g : this land is the property of… (bandingkan dengan bahasa lisan this land is his atau this is his land). .


Pada perkembangan berikutnya, untuk menegaskan perbedaannya dengan bahasa lisan, bahasa tulis merumuskan dirinya melalui beberapa point berikut ini :


1. Merupakan hasil refleksi

Berbeda dengan bahasa lisan yang (seringkali) diucapkan tanpa berpikir ulang, bahasa tulis disajikan kepada pembacanya setelah melalui (beberapa) proses editing dan pemolesan bahasa. Kata-kata yang digunakan dipilih sesuai dengan ragam bahasa tulis. Kata-kata tersebut biasa disebut prestige lexis (bandingkan dengan everyday lexis = bahagia vs seneng). Dengan kata lain, bahasa tulis disajikan sebagai hasil proses refleksi dari penulisnya.


2. Bersifat mandiri / bebas dari konteks

Dalam percakapan lisan, sangat dimungkinkan seseorang membuat kalimat “Kamu lihat sendiri kan gimana orangnya?” karena terdapat asumsi baik penutur maupun mitra tutur telah mengetahui konteks yang melingkupi kalimat tersebut. Tanpa diberi penjelasan lebih lanjut pun, mitra tutur dapat menangkap maksud penutur.

Hal yang sama tentulah tidak dapat dilakukan dalam bahasa tulis. Bahasa tulis bersifat mandiri dan terlepas dari konteks. Mandiri dalam arti bahwa tulisan tersebut harus mampu menjelaskan dirinya sendiri tanpa kehadiran penulisnya. Sedangkan yang dimaksud bebas dari konteks adalah apabila penulis ingin pembaca mengetahui konteks yang dimaksudkannya, maka penulis harus menjelaskan konteks tersebut (secara tertulis) kepada pembaca.

Terkait dengan kejelasan konteks ini, maka bahasa tulis dituntut untuk menggunakan kalimat yang utuh dan memiliki struktur gramatika yang sesuai standar.


3. Pemakaian tanda baca yang tepat

Salah satu kekurangan bahasa tulis dibandingkan bahasa lisan adalah tidak adanya intonasi. Hilangnya intonasi ini dapat menimbulkan ambiguitas dalam bahasa tulis.

Contoh : Saudara direktur yang tampan itu duduk di sebelahku.

Pada kalimat tersebut terjadi ambiguitas makna karena ‘sosok yang tampan’ tersebut bisa berarti 1) saudara direktur atau 2) direktur, tergantung pada peletakan intonasi. Pada bahasa tulis, keberadaan intonasi biasa diwakili dengan kehadiran tanda baca koma (,) sehingga seharusnya tertulis :

1) Saudara direktur, yang tampan itu, duduk di sebelahku …atau

2) Saudara, direktur yang tampan itu, duduk di sebelahku.

Tanda baca yang lain ternyata juga sangat signifikan dalam bahasa tulis. Sebagai contoh, nuansa kemarahan dan keterkejutan dalam percakapan lisan terwakili oleh intonasi suara meninggi, sedangkan dalam bahasa tulis, nuansa tersebut terwakili oleh penggunaan tanda seru (!).


4. Penggunaan kalimat pasif lebih dominan

Hal ini dimaksudkan untuk menjauhkan unsur personal. Bandingkan kalimat dalam ragam bahasa lisan dan bahasa tulis berikut ini :

(1) “Eh, rekening listrikmu cepet kamu bayar loh…kalau sampe lewat tanggal 20, bakal kena denda deh…”

(2) Mohon membayar tagihan rekening listrik sebelum tanggal 20 pada setiap bulannya untuk menghindari denda.

Perhatikan bahwa pada kalimat (2) tidak terdapat participant tertentu yang disebut secara eksplisit sebagai penutur maupun mitra tutur.


No comments: