08 May 2008

Mengampuni…

Itu kata yang cuma gampang diucapkan, tapi susyah banget buat dilakukan. Banyak orang akan bilang…”Memaafkan? Mengampuni? Enak aja…kamu ga tau sih apa yang udah dia lakukan ke aku. Pikir donk, gimana perasaanku!!! Kalo kamu yang digituin, kira2 gimana?? Lagian ybs juga ga mau minta maap kok…! Kalo dia mau ke sini dan minta maap, naaa tu laen crita….itupun gw mau ampuni karena takut dosa aja..”

Hahaha…contoh kalimatnya terlalu sadis yah? Tapi memang kejadian sehari-hari kan ada aja orang yang omong kayak gitu…Orang mengampuni hanya karena takut dosa, ajaran agama suruh memaafkan orang yang sudah minta maaf. Jarang yang bisa berpikir bahwa sebenarnya perintah itu diciptakan lebih untuk kepentingan orang I daripada orang k2.

Seseorang yang sejak awal tidak suka kekejaman, ternyata justru menjadi kejam setelah mengalami kekejaman yang luar biasa. Yang merasa dilukai, jadi cenderung melukai orang lain. Yang dikhianati, akhirnya memilih menjadi pengkhianat juga. Yang merasa dikecewakan, jadi cenderung ingin balas mengecewakan orang lain. Contoh paling klasik adalah cowok yang kemudian jadi playboy setelah patah hati gara-gara dikecewain cewek (ne mang contoh jadul, boleh aja kalo kaum feminis mau ganti tokohnya = cewek yang jadi playgirl :D).

Apa yang membuat semua ini bisa terjadi??? Hal yang semula sangat dibenci, sekarang justru dilakukan –atas nama balas dendam dan keadilan semu--. Ternyata sumbernya adalah luka di jiwa. Ketika seseorang melakukan sesuatu hal yang menyakiti hati dan perasaan, usahakan untuk langsung memaafkan, agar tidak terjadi luka di jiwa. Makin lama tidak memaafkan, makin lama menyimpan sakit hati dan kecewa, makin dalam dan lebar luka yang dihasilkan. Virus yang semula dibenci --pengkhiatan, kekejaman, kekecewaan, dlsb-- akhirnya justru tertelan oleh luka yang telah tercipta. Itulah yang membuat kita berubah menjadi monster yang semula kita benci keberadaan dan sifat2nya.

Tulisan ini dibuat oleh seseorang yang pernah mengalami luka jiwa, pernah merasakan beratnya memberi pengampunan…sampai sekarangpun masih bergulat, masih belajar untuk selalu bisa mengampuni. Memang benar kata ‘mengampuni’ hanya gampang untuk diucapkan, dan luar biasa berat untuk dilakukan. Meski demikian, kesadaran bahwa (ternyata) mengampuni diciptakan lebih untuk kebaikan sendiri, semoga bisa membantu kita untuk lebih mudah mengampuni orang lain.

Peace…

(inspired by Petrus Agung)

Itu kata yang cuma gampang diucapkan, tapi susyah banget buat dilakukan. Banyak orang akan bilang…”Memaafkan? Mengampuni? Enak aja…kamu ga tau sih apa yang udah dia lakukan ke aku. Pikir donk, gimana perasaanku!!! Kalo kamu yang digituin, kira2 gimana?? Lagian ybs juga ga mau minta maap kok…! Kalo dia mau ke sini dan minta maap, naaa tu laen crita….itupun gw mau ampuni karena takut dosa aja..”

Hahaha…contoh kalimatnya terlalu sadis yah? Tapi memang kejadian sehari-hari kan ada aja orang yang omong kayak gitu…Orang mengampuni hanya karena takut dosa, ajaran agama suruh memaafkan orang yang sudah minta maaf. Jarang yang bisa berpikir bahwa sebenarnya perintah itu diciptakan lebih untuk kepentingan orang I daripada orang k2.

Seseorang yang sejak awal tidak suka kekejaman, ternyata justru menjadi kejam setelah mengalami kekejaman yang luar biasa. Yang merasa dilukai, jadi cenderung melukai orang lain. Yang dikhianati, akhirnya memilih menjadi pengkhianat juga. Yang merasa dikecewakan, jadi cenderung ingin balas mengecewakan orang lain. Contoh paling klasik adalah cowok yang kemudian jadi playboy setelah patah hati gara-gara dikecewain cewek (ne mang contoh jadul, boleh aja kalo kaum feminis mau ganti tokohnya = cewek yang jadi playgirl :D).

Apa yang membuat semua ini bisa terjadi??? Hal yang semula sangat dibenci, sekarang justru dilakukan –atas nama balas dendam dan keadilan semu--. Ternyata sumbernya adalah luka di jiwa. Ketika seseorang melakukan sesuatu hal yang menyakiti hati dan perasaan, usahakan untuk langsung memaafkan, agar tidak terjadi luka di jiwa. Makin lama tidak memaafkan, makin lama menyimpan sakit hati dan kecewa, makin dalam dan lebar luka yang dihasilkan. Virus yang semula dibenci --pengkhiatan, kekejaman, kekecewaan, dlsb-- akhirnya justru tertelan oleh luka yang telah tercipta. Itulah yang membuat kita berubah menjadi monster yang semula kita benci keberadaan dan sifat2nya.

Tulisan ini dibuat oleh seseorang yang pernah mengalami luka jiwa, pernah merasakan beratnya memberi pengampunan…sampai sekarangpun masih bergulat, masih belajar untuk selalu bisa mengampuni. Memang benar kata ‘mengampuni’ hanya gampang untuk diucapkan, dan luar biasa berat untuk dilakukan. Meski demikian, kesadaran bahwa (ternyata) mengampuni diciptakan lebih untuk kebaikan sendiri, semoga bisa membantu kita untuk lebih mudah mengampuni orang lain.

Peace…

(inspired by Petrus Agung)

3 comments:

Anonymous said...

forgive and forget...easier said than done...soale meskipun iso forgive tapi nek forget ki angel je...

Anonymous said...

saya lebih setuju dengan istilah "Forgiven not Forgotten" [seperti judul lagu].
Maafkan kesalahan orang itu tapi jangan lupakan. Siapa tahu ada org lain atau org tsb mengulang kesalahan yang sama. [kita harus mengingatkannya].
Atau bahkan kita sendiri malah membuat kesalahan itu terulang kembali.

smartilicious said...

@ninaz and fernando:
Iya iya...
Dan ternyata kalian semakin kompak ajah...:P