20 August 2008

Beradab?

Berita kriminalitas selalu muncul di kolom kecil saja di harian manapun di republik ini. Entah apa alasannya. Mungkin karena berita semacam ini dianggap tidak memiliki nilai jual yang tinggi. Tidak cukup ‘menjual’ untuk dijadikan headline utama. Mungkin juga karena masyarakat sudah jenuh dengan berita kriminalitas. Mungkin justru karena kriminalitas telah menjadi bagian hidup sehari-hari di bumi pertiwi ini. Peristiwa yang sama, apabila terjadi di belahan bumi Eropa, pasti telah menjadi berita utama. Di negara-negara yang notabene lebih maju secara ekonomi, humanis, senang dengan kegiatan berpikir, angka kriminalitas sangat rendah...pastilah peristiwa yang sama akan ditempatkan sebagai sesuatu yang menggemparkan.

Gak tau kenapa...berita tentang seorang nenek yang meninggal di rumahnya dan baru diketahui tetangga sekitarnya setelah lewat sepuluh hari, sangat mengganggu pikiran dan gak mau ilang-ilang juga dari otak. Erfienne Komala nama nenek itu, berumur 83, dan tinggal di daerah Menteng yang konon katanya merupakan kawasan elit tempat tinggal sebagian pemimpin negeri ini. Tetangga sekitar baru menyadari ketika mulai tercium bau bangkai busuk menguar di udara lingkungan itu.

Hal pertama yang muncul di pikiran ketika membaca berita ini...betapa parahnya masyarakat Jakarta. Telah sedemikian merasukkah semangat indivualismenya sehingga ada warga yang mati pun tidak diketahui oleh masyarakat sekitar. Berbagai caci maki dan kutukan pun tanpa bisa dicegah membludak di hati dan otak. Untung ada sebagian memori otakku yang masih waras...berusaha mengingatkan bahwa kejadian yang hampir sama juga baru saja terjadi di lingkunganku. Kira-kira sebulan yang lalu peristiwa ini terjadi.

Aku tinggal di kompleks perumahan menengah. Tidak elit, tidak pula terlalu buruk. Meski demikian, ada hal yang tidak kusukai dari perumahan ini...banyak rumah kosong. Orang-orang berduit itu terus saja membeli rumah dengan alasan investasi. Tanpa pernah berniat untuk menempati rumah yang telah dibeli. Setelah proses jual-beli terlaksana, maka sah lah terpampang plang tulisan DIKONTRAKKAN ato DIJUAL di depan rumah-rumah malang itu. Suatu sore tiba-tiba aku dikejutkan dengan kedatangan beberapa mobil polisi dan kerumunan tetangga yang heboh di jalan dekat rumah, masih di blok yang sama dengan rumahku. Ternyata ada mayat tak dikenal ditemukan membusuk di salah satu rumah kosong. Sudah tiga hari meninggal, kata salah satu polisi yang bertugas. Gemparlah kompleks perumahan yang damai dan tentram ini. Masing-masing orang berusaha menyampaikan ketidakpercayaannya hal seperti ini bisa terjadi di lingkungan kami.

Yaaahh...bener-bener ada yang salah dengan masyarakat kita. Tidak seharusnya hal semacam ini bisa terjadi di lingkungan masyarakat yang mengklaim diri sendiri sebagai masyarakat beradab.

Berita kriminalitas selalu muncul di kolom kecil saja di harian manapun di republik ini. Entah apa alasannya. Mungkin karena berita semacam ini dianggap tidak memiliki nilai jual yang tinggi. Tidak cukup ‘menjual’ untuk dijadikan headline utama. Mungkin juga karena masyarakat sudah jenuh dengan berita kriminalitas. Mungkin justru karena kriminalitas telah menjadi bagian hidup sehari-hari di bumi pertiwi ini. Peristiwa yang sama, apabila terjadi di belahan bumi Eropa, pasti telah menjadi berita utama. Di negara-negara yang notabene lebih maju secara ekonomi, humanis, senang dengan kegiatan berpikir, angka kriminalitas sangat rendah...pastilah peristiwa yang sama akan ditempatkan sebagai sesuatu yang menggemparkan.

Gak tau kenapa...berita tentang seorang nenek yang meninggal di rumahnya dan baru diketahui tetangga sekitarnya setelah lewat sepuluh hari, sangat mengganggu pikiran dan gak mau ilang-ilang juga dari otak. Erfienne Komala nama nenek itu, berumur 83, dan tinggal di daerah Menteng yang konon katanya merupakan kawasan elit tempat tinggal sebagian pemimpin negeri ini. Tetangga sekitar baru menyadari ketika mulai tercium bau bangkai busuk menguar di udara lingkungan itu.

Hal pertama yang muncul di pikiran ketika membaca berita ini...betapa parahnya masyarakat Jakarta. Telah sedemikian merasukkah semangat indivualismenya sehingga ada warga yang mati pun tidak diketahui oleh masyarakat sekitar. Berbagai caci maki dan kutukan pun tanpa bisa dicegah membludak di hati dan otak. Untung ada sebagian memori otakku yang masih waras...berusaha mengingatkan bahwa kejadian yang hampir sama juga baru saja terjadi di lingkunganku. Kira-kira sebulan yang lalu peristiwa ini terjadi.

Aku tinggal di kompleks perumahan menengah. Tidak elit, tidak pula terlalu buruk. Meski demikian, ada hal yang tidak kusukai dari perumahan ini...banyak rumah kosong. Orang-orang berduit itu terus saja membeli rumah dengan alasan investasi. Tanpa pernah berniat untuk menempati rumah yang telah dibeli. Setelah proses jual-beli terlaksana, maka sah lah terpampang plang tulisan DIKONTRAKKAN ato DIJUAL di depan rumah-rumah malang itu. Suatu sore tiba-tiba aku dikejutkan dengan kedatangan beberapa mobil polisi dan kerumunan tetangga yang heboh di jalan dekat rumah, masih di blok yang sama dengan rumahku. Ternyata ada mayat tak dikenal ditemukan membusuk di salah satu rumah kosong. Sudah tiga hari meninggal, kata salah satu polisi yang bertugas. Gemparlah kompleks perumahan yang damai dan tentram ini. Masing-masing orang berusaha menyampaikan ketidakpercayaannya hal seperti ini bisa terjadi di lingkungan kami.

Yaaahh...bener-bener ada yang salah dengan masyarakat kita. Tidak seharusnya hal semacam ini bisa terjadi di lingkungan masyarakat yang mengklaim diri sendiri sebagai masyarakat beradab.

No comments: