Hare gene……sapa sie yang ga kenal chatting?? Minimal pernah denger lah yaa….. Tapi siapapun yang saat ini bisa baca blog saya ini, saya yakin pernah menjadi tertuduh….eh, pelaku chatting….;) Tulisan ini cuma iseng saja berusaha melihat fenomena chatting melalui sudut pandang sosiolinguistik.
Saat ini, pilihan alat berkomunikasi semakin beragam. Penggunaan telepon seluler dan internet semakin jamak dipilih. Semenjak lima tahun terakhir, telepon seluler semakin banyak digunakan dan tidak lagi dianggap barang mewah. Hal ini terkait dengan harga yang semakin murah dan terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat. Orang-orang di desa yang semula dianggap pelosok dan tidak terjangkau alat komunikasi modern dapat menikmati kemudahan berkomunikasi berkat adanya telepon seluler berharga murah. Hal yang sama juga terjadi pada internet. Semakin menjamurnya warnet mempermudah semua orang mengakses fasilitas-fasilitas yang terdapat pada internet. Selain untuk mencari informasi, internet dapat pula digunakan untuk saling berkomunikasi melalui fasilitas chatting. Aktivitas chatting ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, yaitu melalui suara (voice chat), melalui video (video/cam chat) atau melalui tulisan saja (chat). Tulisan iseng ini hanya akan membahas tentang chatting yang melalui tulisan saja.
Sarana yang digunakan dalam kegiatan berkomunikasi –termasuk chatting—adalah bahasa, baik berupa lisan atau tulisan. Bahasa di dalam kehidupan masyarakat ini diteliti oleh sosiolinguistik yang merupakan studi tentang hubungan antara variasi bahasa dan faktor-faktor sosial, baik secara situasional maupun implikasional. Struktur masyarakat yang selalu heterogen mempengaruhi struktur bahasa. Struktur masyarakat tersebut dipengaruhi oleh faktor siapa yang berbicara (who speaks), dengan siapa (with whom), di mana (where), kapan (when), dan untuk apa (to what end).
Bertolak dari uraian tersebut, kelompok masyarakat yang memiliki penguasaan bahasa yang masih terbatas, maka akan terbatas pula dalam menyatakan apa yang dipikir dan tingkat berpikirnya. Demikian pula sebaliknya terjadi pada masyarakat yang memiliki penguasaan yang baik dalam berbahasa dan mengalami kemajuan dalam pemakaian bahasa, maka tingkat ilmu pengetahuan dan teknologinya juga berbanding lurus. Hal ini berarti bahwa bahasa sebagai sarana komunikasi maupun informasi dapat dipakai pula sebagai indikator tingkat kehidupan masyarakat.
Pada masyarakat pedesaan yang belum akrab dengan komputer maupun internet, tentunya akan sulit mengerti ketika mendengar istilah-istilah browsing, e-mail, chatting, dan lain sebagainya. Namun tidak demikian halnya pada masyarakat yang telah menjadikan internet sebagai bagian dari komunikasi sehari-hari.
Dalam komunitas chatting, terdapat kode-kode tertentu yang digunakan dalam komunikasi. Kode-kode tersebut digunakan hanya ketika seseorang berkomunikasi melalui chatting. Kode ini bisa berupa singkatan, penggunaan istilah lain yang memiliki kemiripan bunyi, penggunaan istilah/singkatan dalam bahasa Inggris karena dianggap lebih familiar dan penggunaan bahasa Inggris yang terkait dengan code-switching dan code-mixing.
Code-switching adalah penggunaan istilah dalam bahasa lain dari bahasa yang sedang digunakan saat itu. Penggunaan istilah dari bahasa lain itu dilakukan dengan sengaja (intensional) dengan tujuan tertentu (fungsional). Misal : “Ibu sudah dhahar?”, dalam kalimat tersebut bahasa yang digunakan oleh penutur adalah bahasa Indonesia tapi dengan sengaja penutur memasukkan kata bahasa Jawa ‘dhahar’ dengan tujuan untuk menghormati mitra tutur. ‘Dhahar’ dalam bahasa Jawa merupakan tingkat paling halus untuk mengatakan ‘makan’. Code-switching merupakan akibat tak terhindarkan dari fenomena multilingualisme. Setiap orang yang berbicara dalam lebih dari satu bahasa, memilih penggunaan bahasa-bahasa yang dikuasainya tersebut sesuai dengan keadaan dan situasi peristiwa tutur.
Code-mixing adalah penggunaan istilah dalam lain yang dilakukan secara tidak sengaja dan tanpa maksud tertentu. Misal : “Saya merasa concern dengan hal itu”, dalam kalimat tersebut bahasa yang digunakan penutur adalah bahasa Indonesia tapi secara tidak sengaja penutur memasukkan istilah bahasa Inggris concern ‘peduli’. Hal ini mungkin terjadi karena penutur menguasai banyak bahasa sehingga tanpa sengaja terjadi tumpang tindih istilah dalam penggunaan bahasa.
Berikut adalah uraian tentang variasi kebahasaan yang digunakan dalam berkomunikasi melalui chatting :
1. Singkatan
Bentuk singkatan digunakan demi alasan efisiensi. Bentuk-bentuk singkatan yang digunakan biasanya telah dipahami oleh anggota komunitas chatting sehingga dapat dipahami antar peserta tutur.
Contoh : lady_rose142: kul pa ker?
c4d_c43: kul
Pada dialog di atas, lady_rose142 menanyakan apakah mitra tuturnya kuliah atau kerja hanya dengan mengatakan kul(iah) (a)pa ker(ja). Melalui bentuk-bentuk tersebut tampak bahwa terjadi penyingkatan bentuk kuliah menjadi kul, apa menjadi pa, dan kerja menjadi ker saja. Namun demikian terlihat bahwa singkatan tersebut dapat dipahami oleh mitra tuturnya yang segera menjawab kul(iah).
2. Penggunaan istilah lain yang memiliki kemiripan bunyi.
Penggunaan istilah lain ini sebenarnya juga untuk alasan efisiensi karena bentuk yang digunakan kemudian cenderung lebih singkat daripada bentuk yang digantikan. Namun demikian bentuk yang digunakan kemudian bukan merupakan merupakan singkatan dari bentuk yang digantikan, tapi lebih pada kemiripan bunyi apabila tulisan tersebut diucapkan.
Contoh : c4d_c43: hadir
c4d_c43: kek absen aja
Pada contoh dialog di atas, c4d_c43 menggunakan istilah kek untuk menggantikan kayak karena kek dan kayak memiliki kemiripan bunyi apabila diucapkan.
3. Penggunaan istilah yang terkait dengan status sosial
Contoh : c4d_c43: tpi disana bisa wisata kuliner
lady_rose142: oh ya?
lady_rose142: paan?
lady_rose142: seafood gt?
c4d_c43: bukan burjo pastina
Pada dialog di atas nampak bahwa c4d_c43 menggunakan istilah burjo yang merupakan singkatan dari bubur kacang ijo untuk menunjukkan statusnya sebagai mahasiswa. Para mahasiswa di Yogyakarta (pada umumnya) identik dengan kesulitan keuangan yang biasanya diatasi dengan cara mengirit biaya makan dengan membeli bubur kacang ijo yang murah dan bergizi.
4. Penggunaan istilah/singkatan dalam bahasa Inggris karena dianggap lebih familiar
Contoh : c4d_c43: asl plz
lady_rose142: dluan d
c4d_c43: 22 m jogja
Pada dialog di atas, c4d_c43 menggunakan istilah asl plz yang merupakan singkatan dari age, sex, location untuk menanyakan umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Istilah ini dengan sengaja digunakan karena memang merupakan register dalam komunitas chatting dan memang sudah lazim digunakan untuk berkomunikasi dalam media tersebut. Apabila seseorang menggunakan istilah umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal justru akan dianggap aneh oleh anggota komunitas chatting yang lain.
5. Code-switching
Contoh : c4d_c43: bisnya km lucu siy
c4d_c43: ok,, lets start from,,,
c4d_c43: ur husband or boyfriend maybe
Pada dialog di atas c4d_c43 secara tiba-tiba beralih dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Apabila dilihat dari konteks yang mendahului, tampak bahwa sebenarnya yang bersangkutan mempunyai pilihan untuk tetap menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, peralihan jenis bahasa ini dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan tertentu (misal, untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan cukup lancar dalam penggunaan bahasa Inggris).
6. Code-mixing
Contoh : lady_rose142: neh promosi doang pa mo skln jd tour guide yah?
c4d_c43: tour guide??
c4d_c43: mmmm
c4d_c43: brani brapa negh :->
Pada dialog di atas, lady_rose142 menggunakan istilah tour guide karena istilah itu justru yang muncul pertama kali di pikiran dibandingkan padanannya dalam bahasa Indonesia ‘pemandu wisata’. Jadi pemilihan istilah asing tersebut dilakukan tanpa tendensi tertentu dan dimungkinkan terjadi karena penutur menguasai beberapa bahasa sehingga terjadi peminjaman istilah dari bahasa lain secara tidak sengaja.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perkembangan teknologi turut serta mempengaruhi penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Internet sebagai salah satu produk perkembangan teknologi tersebut memungkinkan proses komunikasi melalui media chatting. Namun demikian untuk masuk dalam komunitas chatting ini diperlukan pemahaman terhadap variasi-variasi kebahasaan tertentu yang hanya digunakan di dalamnya.
Hare gene……sapa sie yang ga kenal chatting?? Minimal pernah denger lah yaa….. Tapi siapapun yang saat ini bisa baca blog saya ini, saya yakin pernah menjadi tertuduh….eh, pelaku chatting….;) Tulisan ini cuma iseng saja berusaha melihat fenomena chatting melalui sudut pandang sosiolinguistik.
Saat ini, pilihan alat berkomunikasi semakin beragam. Penggunaan telepon seluler dan internet semakin jamak dipilih. Semenjak lima tahun terakhir, telepon seluler semakin banyak digunakan dan tidak lagi dianggap barang mewah. Hal ini terkait dengan harga yang semakin murah dan terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat. Orang-orang di desa yang semula dianggap pelosok dan tidak terjangkau alat komunikasi modern dapat menikmati kemudahan berkomunikasi berkat adanya telepon seluler berharga murah. Hal yang sama juga terjadi pada internet. Semakin menjamurnya warnet mempermudah semua orang mengakses fasilitas-fasilitas yang terdapat pada internet. Selain untuk mencari informasi, internet dapat pula digunakan untuk saling berkomunikasi melalui fasilitas chatting. Aktivitas chatting ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, yaitu melalui suara (voice chat), melalui video (video/cam chat) atau melalui tulisan saja (chat). Tulisan iseng ini hanya akan membahas tentang chatting yang melalui tulisan saja.
Sarana yang digunakan dalam kegiatan berkomunikasi –termasuk chatting—adalah bahasa, baik berupa lisan atau tulisan. Bahasa di dalam kehidupan masyarakat ini diteliti oleh sosiolinguistik yang merupakan studi tentang hubungan antara variasi bahasa dan faktor-faktor sosial, baik secara situasional maupun implikasional. Struktur masyarakat yang selalu heterogen mempengaruhi struktur bahasa. Struktur masyarakat tersebut dipengaruhi oleh faktor siapa yang berbicara (who speaks), dengan siapa (with whom), di mana (where), kapan (when), dan untuk apa (to what end).
Bertolak dari uraian tersebut, kelompok masyarakat yang memiliki penguasaan bahasa yang masih terbatas, maka akan terbatas pula dalam menyatakan apa yang dipikir dan tingkat berpikirnya. Demikian pula sebaliknya terjadi pada masyarakat yang memiliki penguasaan yang baik dalam berbahasa dan mengalami kemajuan dalam pemakaian bahasa, maka tingkat ilmu pengetahuan dan teknologinya juga berbanding lurus. Hal ini berarti bahwa bahasa sebagai sarana komunikasi maupun informasi dapat dipakai pula sebagai indikator tingkat kehidupan masyarakat.
Pada masyarakat pedesaan yang belum akrab dengan komputer maupun internet, tentunya akan sulit mengerti ketika mendengar istilah-istilah browsing, e-mail, chatting, dan lain sebagainya. Namun tidak demikian halnya pada masyarakat yang telah menjadikan internet sebagai bagian dari komunikasi sehari-hari.
Dalam komunitas chatting, terdapat kode-kode tertentu yang digunakan dalam komunikasi. Kode-kode tersebut digunakan hanya ketika seseorang berkomunikasi melalui chatting. Kode ini bisa berupa singkatan, penggunaan istilah lain yang memiliki kemiripan bunyi, penggunaan istilah/singkatan dalam bahasa Inggris karena dianggap lebih familiar dan penggunaan bahasa Inggris yang terkait dengan code-switching dan code-mixing.
Code-switching adalah penggunaan istilah dalam bahasa lain dari bahasa yang sedang digunakan saat itu. Penggunaan istilah dari bahasa lain itu dilakukan dengan sengaja (intensional) dengan tujuan tertentu (fungsional). Misal : “Ibu sudah dhahar?”, dalam kalimat tersebut bahasa yang digunakan oleh penutur adalah bahasa Indonesia tapi dengan sengaja penutur memasukkan kata bahasa Jawa ‘dhahar’ dengan tujuan untuk menghormati mitra tutur. ‘Dhahar’ dalam bahasa Jawa merupakan tingkat paling halus untuk mengatakan ‘makan’. Code-switching merupakan akibat tak terhindarkan dari fenomena multilingualisme. Setiap orang yang berbicara dalam lebih dari satu bahasa, memilih penggunaan bahasa-bahasa yang dikuasainya tersebut sesuai dengan keadaan dan situasi peristiwa tutur.
Code-mixing adalah penggunaan istilah dalam lain yang dilakukan secara tidak sengaja dan tanpa maksud tertentu. Misal : “Saya merasa concern dengan hal itu”, dalam kalimat tersebut bahasa yang digunakan penutur adalah bahasa Indonesia tapi secara tidak sengaja penutur memasukkan istilah bahasa Inggris concern ‘peduli’. Hal ini mungkin terjadi karena penutur menguasai banyak bahasa sehingga tanpa sengaja terjadi tumpang tindih istilah dalam penggunaan bahasa.
Berikut adalah uraian tentang variasi kebahasaan yang digunakan dalam berkomunikasi melalui chatting :
1. Singkatan
Bentuk singkatan digunakan demi alasan efisiensi. Bentuk-bentuk singkatan yang digunakan biasanya telah dipahami oleh anggota komunitas chatting sehingga dapat dipahami antar peserta tutur.
Contoh : lady_rose142: kul pa ker?
c4d_c43: kul
Pada dialog di atas, lady_rose142 menanyakan apakah mitra tuturnya kuliah atau kerja hanya dengan mengatakan kul(iah) (a)pa ker(ja). Melalui bentuk-bentuk tersebut tampak bahwa terjadi penyingkatan bentuk kuliah menjadi kul, apa menjadi pa, dan kerja menjadi ker saja. Namun demikian terlihat bahwa singkatan tersebut dapat dipahami oleh mitra tuturnya yang segera menjawab kul(iah).
2. Penggunaan istilah lain yang memiliki kemiripan bunyi.
Penggunaan istilah lain ini sebenarnya juga untuk alasan efisiensi karena bentuk yang digunakan kemudian cenderung lebih singkat daripada bentuk yang digantikan. Namun demikian bentuk yang digunakan kemudian bukan merupakan merupakan singkatan dari bentuk yang digantikan, tapi lebih pada kemiripan bunyi apabila tulisan tersebut diucapkan.
Contoh : c4d_c43: hadir
c4d_c43: kek absen aja
Pada contoh dialog di atas, c4d_c43 menggunakan istilah kek untuk menggantikan kayak karena kek dan kayak memiliki kemiripan bunyi apabila diucapkan.
3. Penggunaan istilah yang terkait dengan status sosial
Contoh : c4d_c43: tpi disana bisa wisata kuliner
lady_rose142: oh ya?
lady_rose142: paan?
lady_rose142: seafood gt?
c4d_c43: bukan burjo pastina
Pada dialog di atas nampak bahwa c4d_c43 menggunakan istilah burjo yang merupakan singkatan dari bubur kacang ijo untuk menunjukkan statusnya sebagai mahasiswa. Para mahasiswa di Yogyakarta (pada umumnya) identik dengan kesulitan keuangan yang biasanya diatasi dengan cara mengirit biaya makan dengan membeli bubur kacang ijo yang murah dan bergizi.
4. Penggunaan istilah/singkatan dalam bahasa Inggris karena dianggap lebih familiar
Contoh : c4d_c43: asl plz
lady_rose142: dluan d
c4d_c43: 22 m jogja
Pada dialog di atas, c4d_c43 menggunakan istilah asl plz yang merupakan singkatan dari age, sex, location untuk menanyakan umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Istilah ini dengan sengaja digunakan karena memang merupakan register dalam komunitas chatting dan memang sudah lazim digunakan untuk berkomunikasi dalam media tersebut. Apabila seseorang menggunakan istilah umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal justru akan dianggap aneh oleh anggota komunitas chatting yang lain.
5. Code-switching
Contoh : c4d_c43: bisnya km lucu siy
c4d_c43: ok,, lets start from,,,
c4d_c43: ur husband or boyfriend maybe
Pada dialog di atas c4d_c43 secara tiba-tiba beralih dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Apabila dilihat dari konteks yang mendahului, tampak bahwa sebenarnya yang bersangkutan mempunyai pilihan untuk tetap menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, peralihan jenis bahasa ini dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan tertentu (misal, untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan cukup lancar dalam penggunaan bahasa Inggris).
6. Code-mixing
Contoh : lady_rose142: neh promosi doang pa mo skln jd tour guide yah?
c4d_c43: tour guide??
c4d_c43: mmmm
c4d_c43: brani brapa negh :->
Pada dialog di atas, lady_rose142 menggunakan istilah tour guide karena istilah itu justru yang muncul pertama kali di pikiran dibandingkan padanannya dalam bahasa Indonesia ‘pemandu wisata’. Jadi pemilihan istilah asing tersebut dilakukan tanpa tendensi tertentu dan dimungkinkan terjadi karena penutur menguasai beberapa bahasa sehingga terjadi peminjaman istilah dari bahasa lain secara tidak sengaja.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perkembangan teknologi turut serta mempengaruhi penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Internet sebagai salah satu produk perkembangan teknologi tersebut memungkinkan proses komunikasi melalui media chatting. Namun demikian untuk masuk dalam komunitas chatting ini diperlukan pemahaman terhadap variasi-variasi kebahasaan tertentu yang hanya digunakan di dalamnya.
No comments:
Post a Comment